Bukan hidup namanya jika tak ada masalah, haha sering banget aku dengar pepatah ini. Yah benar juga, hidup itu yang grafiknya naik turun layaknya detak jantung jika sudah titttttttt alias ngkda masalah berarti yah sudah tidak hidup hehe.
Entah masalah finansial, masa lalu yang buruk, kekerasan, masalah keluarga, masalah hubungan, masalah pekerjaan atau masalah yang bahkan kita tidak tahu sendiri apa penyebabnya. Tanpa bermaksud menggeneralisasi, tak jarang kita melihat seseorang yang sebenarnya sangat membutuhkan tempat sampah untuk segala masalahnya, tetapi yang ia dapat hanyalah label buruk dan juga hinaan dari orang sekitar, dikira lebbaylah, dramalah, dikira caperlah. Sebenarnya, mereka bukan caper atau cari perhatian kok, mereka hanya sedang menghadapi masalah layaknya manusia seperti biasa. Sebab tidak seoranpun makhluk dibumi ini ingin depresi.
otak saat depresi dan tidak depresi
Sumber: obatdepresi.com
Memang, ada tipe orang yang ekspresif dan mau membagikan masalahnya kepada orang sekitar, ada juga yang memendamnya sendiri dan bertingkah seperti ia biasanya. Nah, hal seperti itu yang biasanya disebut fake smile/senyum palsu. Aku pribadi sih tipe yang ekspresif, terang2an jika ada yang kusuka dan tidak sukai, akan kusampaikan langsung, eitsss tapi tidak untuk masalah berat 🙂. Berkaca dari masa laluku yang buruk, pahit, hancur dan porak-poranda haha tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata deh pokoknya membuatku sangat selektif memilih teman untuk bicara perkara ini, bahkan bertahun-tahun kupendam sendiri sampai akhirnya saya terbuka pada salah satu sahabatku, ternyata melegakan setelah bercerita, menerima masukan yang luar biasa bermanfaatnya.
Namun pada akhirnya saya memutuskan untuk ke psikolog, karena saya sangat menyadari penting kesehatan mental, dan semakin hari saya merasa semakin parah. Saya bercerita seperti ini membutuhkan effort yang luar biasa, karena menurut saya penting untuk orang-orang ketahui dan jangan menyepelekan mental illness itu sendiri.
Sesi konsultasi bersama ibu Frisca
Sebenarnya, duka dan trauma tidak sesederhana itu. Duka dan trauma itu sendiri menggangu hidupku. Saya selalu menyalahkan diri sendiri, menyakiti diri sendiri, dan membuat emosionalku tak karuan setiap harinya, mudah marah, mudah menangis, bahkan setiap malam saya harus teriak untuk melegakan perasaanku. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk ke psikolog. Yah, akhirnya berbicanglah dengan ahlinya, ibu Frisca Melissa, M.PSi, ternyata berbicara pada psikolog tidak seseram itu kok, hehe kebetulan ibu frisca sangat friendly, menjelaskan secara detail, benar2 membantu memecahkan situasi yang sedang kualami saat ini. Memberi banyak PR-PR hahaha biar kesehatan mentalku sendiri cepat sembuh, saya ingat sekali kata beliau:
"dari reni ke reni harus berdamai dulu, jika tidak ada masa lalu yang buruk itu, reni tidak akan ada dititik ini"
Saya tidak mengatakan jika saya sudah baik-baik saja, saya masih membutuhkan waktu untuk menyembuhkan diri, tapi yang jelas saya sedang berusaha keras untuk itu 😊 dan saya bersyukur saat ini saya dikelilingi orang-orang baik yang selalu mensupportku.
Ohya aku mau share dikit tentang gejala dan penyebab mental illness itu sendiri baik yang aku rasakan sendiri dan yang aku baca melalui beberapa sumber, salah satu sumber: halodoc.com
Buat kalian semua yang sedang mengalami hal yang sama, segera konsultasi yah ke psikolog 😘😘. Sudah semestinya, kalau luka fisik kita ke dokter, kalau yang luka mentalnya ya ke psikolog. Kalau luka fisik kita tak perlu menunggu kanker dulu baru ke dokter, begitu pun luka mental, semestinya kita tak perlu menunggu ada gangguan parah baru ke psikolog. Kita semua pasti mampu melewati ini semua.
Hidup harus berjalan , kita survivor hebat 🥰.
*Ini tahun ketiga saya berjuang keluar dari zona itu. 💪